Slogan Para Penyair
Slogan Para Penyair yang Menghanyutkan Perasaan Para Pembaca
Penyair adalah sebutan bagi seseorang yang bergelut dibidang mengarang syair maupun sajak. Penyair sering juga dipanggil pujangga, penyajak, penulis, bujangga, ataupun sastrawan.
Di Indonesia, ada beberapa pujangga yang terkenal hingga saat ini karena karyanya yang memiliki nilai tinggi. Bahkan beberapa dari karya mereka dijadikan bahan ajar di dunia pendidikan.
Sebelum kita membahas lebih lanjut, kamu juga bisa mengetahui agama deva mahenra, aktor muda asal Indonesia. Berikut nama-nama pujangga ternama di tanah air.
1. Chairil Anwar (Julukan: Si Binatang Jalang)
2. W.S. Rendra (Julukan: Burung Merak)
3. Marah Rusli
4. Taufiq Ismail (Julukan: Datuk Panji Alam Khalifatullah)
5. Sapardi Djoko Damono
6. Sutardji Calzoum Bachri
7. Afrizal Malna
8. Mustofa Bisri (Gus Mus)
9. Goenawan Mohamad
10. Joko Pinurbo
11. Widji Thukul
12. Sitor Situmorang
13. J.E. Tatengkeng
14. N.H Dini
15. Pramoedya Ananta Toer
16. Ayu Utami
Para penyair tersebut menciptakan beragam karya baik untuk motivasi, renungan, dan yang lainnya. Berikut beberapa dari karya mereka bisa dijadikan alternatif komunikasi saat ingin menyampaikan sesuatu, serta dapat kamu jadikan pedoman hidup, penghibur diri, dan lain sebagainya.
Kami coba simpan nestapa, kami coba kuburkan duka lara, tapi perih, tak bisa sembunyi. Ia menyebar kemana-mana.
Kami cuma tulang-tulang berserakan. Tapi adalah kepunyaanmu. Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan.
Di air yang tenang, di angin mendayu, di perasaan penghabisan segala melaju. Ajal bertakhta, sambil berkata: Tujukan perahu ke pangkuanku saja.
Kurang atau lebih, setiap rezeki perlu dirayakan dengan secangkir kopi.
Ketika aku berdoa, Tuhan tak pernah menanyakan agamaku.
Uang, berilah aku rumah yang murah saja,yang cukup nyaman buat berteduh senja-senjaku, yang jendelanya hijau menganga seperti jendela mataku.
Tuhan yang merdu, terimalah kicau burung dalam kepalaku.
Kereta sudah siap. Para pelayat berjejal di dalam gerbong sambil melambai-lambaikan bendera. “ Perempuan, ikutlah bersama kami. Kita akan pergi menyambut revolusi.
Tengah malam pemulung kecil itu datang memungut barang-barang yang berserakan di lantai rumah: onggokan sepi, pecahan bulan, bangkai celana, bekas nasib, kepingan mimpi.
Maaf, aku tidak bisa kasih hadiah apa-apa selain sejumlah ralat dan catatan kaki yang aku tak tahu akan kutaruh atau kusisipkan di mana. Sebab kau sudah pintar membaca dan meralat dirimu sendiri.
Sesungguhnya kita ini penggemar dangdut. Kita suka menggoyang-goyang memabuk-mabukkan kata memburu dang dang dang dan ah susah benar mencapai dut.
Si kecil yang suka makan es krim itu sudah besar dan perawan, sudah tidak pemalu dan ingusan.
Tinggallah malam yang redam, langit yang diam. Tinggallah airmata yang menetes pelan ke dalam segelas bir yang menempel pada dada yang setengah terbuka, setengah merdeka.
Jika kamu tidak menyukai sesuatu, ubahlah. Jika kamu tidak bisa mengubahnya, ubah sikapmu. Jangan mengeluh!
Kamu adalah jumlah total dari semua yang pernah kamu lihat, dengar, makan, cium, diajarkan, dan lupakan. Semuanya memengaruhi diri kita, dan karena itu aku berusaha memastikan bahwa pengalamanku positif.
Tuhan merawat segala yang kita kenal dan juga yang tidak.
Barangkali hidup adalah doa yang panjang, dan sunyi adalah minuman keras. Ia merasa Tuhan sedang memandangnya dengan curiga; ia pun bergegas.
Aku belajar bahwa orang akan melupakan apa yang kamu katakan, orang akan melupakan apa yang kamu lakukan, tetapi orang tidak akan pernah melupakan bagaimana mereka merasakanmu.
Kamu mungkin tidak bisa mengontrol semua peristiwa yang terjadi padamu, tetapi kamu dapat memutuskan untuk tidak terpengaruh olehnya.